DNA Nano-Particle Therapy

Researchers from Johns Hopkins and Northwestern University have found a way to control the shape of nanoparticles that serve to move the DNA in the body.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Light Allergic Desease

Light Allergic Diseases This strange disease suffered by a girl who was afraid he alegri light when exposed to light.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, July 6, 2013

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

Berita dan Fakta Ilmiah Harian


Kecerdasan Teknis Kakatua Asal Indonesia: Memecahkan Masalah Lima Lapis Kuncian

Posted: 06 Jul 2013 01:04 AM PDT

Dalam sebuah percobaan, spesies burung kakatua asal Indonesia ternyata mampu memecahkan masalah mekanik yang kompleks; mengurai serangkaian kunci tahap demi tahap secara berurutan. Kemampuan kognitif ini mengungkap tingkat kecerdasan yang lebih dalam pada burung. Tim ilmuwan dari Universitas Oxford, Universitas … Continue reading

Untuk Ketersediaan Pangan di Masa Depan, Diperlukan Evaluasi Kekayaan Bank Benih Dunia

Posted: 05 Jul 2013 03:51 PM PDT

Kurang dari selusin tanaman berbunga dari 300.000 spesies terhitung merupakan 80 persen dari asupan kalori manusia. Dengan fakta demikian, maka diperlukan pemanfaatan tanaman yang tak terpakai untuk membantu menambah ketersediaan pangan dunia dalam waktu dekat, klaim ahli genetika tanaman Universitas Cornell, Susan McCouch, dalam jurnal Nature … Continue reading

Ribuan Spesies Ditemukan dalam Lingkungan Ekstrim Danau di Kedalaman Es Antartika

Posted: 05 Jul 2013 02:02 PM PDT

Danau Vostok, terpendam di bawah gletser di Antartika, sebuah kawasan yang begitu gelap, dalam dan dingin, yang dijadikan oleh para ilmuwan sebagai model untuk kondisi ekstrim di planet lain, tempat yang diduga tak mungkin ditempati organisme apapun untuk hidup. Namun, penelitian dari … Continue reading

Katalog Keragaman Genetik Kera Besar Memetakan Evolusi Primata dan Konservasi Masa Depan

Posted: 05 Jul 2013 09:56 AM PDT

Melalui studi variasi genetik manusia, simpanse, gorila dan orangutan, para peneliti berhasil membangun sebuah model yang menggambarkan sejarah kera besar sepanjang 15 juta tahun terakhir. Katalog keragaman genetik kera besar yang paling komprehensif yang pernah ada ini memaparkan sejarah evolusi dan populasi kera besar asal Afrika … Continue reading

Sunday, June 30, 2013

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

Berita dan Fakta Ilmiah Harian


Imajinasi Mengubah Apa yang Kita Dengar dan Lihat

Posted: 29 Jun 2013 08:49 PM PDT

Sebuah studi dari Karolinska Institutet di Swedia mengungkapkan bahwa apa yang kita bayangkan dalam pikirkan ternyata dapat mempengaruhi cara kita mengalami dunia. Persepsi kita yang sesungguhnya mengalami perubahan di saat kita mengimajinasikan sedang ‘mendengar’ atau ‘melihat’ sesuatu dalam benak kita. Studi yang dipublikasikan … Continue reading

Menyelamatkan Pangan Dunia dengan Gen yang Membendung Wabah Patogen Karat Batang Gandum

Posted: 29 Jun 2013 04:04 PM PDT

Pasokan pangan dunia sedikit bertambah lebih banyak berkat sebuah terobosan ilmiah. Eduard Akhunov, profesor patologi tanaman di Kansas State University, bersama rekannya, Jorge Dubcovsky dari University of California-Davis, memimpin proyek penelitian dalam mengidentifikasi sebuah gen yang berguna memberi kekebalan bagi … Continue reading

Ilmuan Mengurutkan Genom Tertua dari Kuda Purba Berusia 700 Ribu Tahun

Posted: 29 Jun 2013 01:14 PM PDT

Terobosan dalam dunia riset DNA kembali hadir, kali ini dipersembahkan oleh para ilmuwan dari Center for GeoGenetics di Museum Sejarah Alam Denmark (University of Copenhagen): Mengurutkan genom paling tua yang pernah ditemukan dari peninggalan makhluk prasejarah. Mereka melakukannya dengan mengurutkan dan menganalisis potongan … Continue reading

Saturday, April 20, 2013

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

Berita dan Fakta Ilmiah Harian


Urutan Genom Coelacanth Menginformasikan Evolusi Vertebrata Darat

Posted: 19 Apr 2013 09:21 PM PDT

Ikan bersejarah, dengan masa lalu yang sangat menarik minat para ilmuwan, kini telah tuntas melewati masa pengurutan genom. Hasil pengurutan memberi banyak informasi tentang perubahan genetik yang menyertai serangkaian adaptasi dari lingkungan perairan ke daratan. Sebuah tim peneliti internasional yang … Continue reading

Misi Kepler NASA: Tiga Planet Berukuran Super-Bumi Ditemukan Dalam Zona Layak Huni

Posted: 19 Apr 2013 05:07 PM PDT

Misi Kepler NASA telah menemukan dua sistem planet yang menjadi tempat bagi tiga planet berukuran super-Bumi dalam “zona layak huni”, zona di mana kisaran jaraknya dari bintang memungkinkan planet yang mengorbit berpeluang menyimpan zat cair. Sistem Kepler-62 terdiri dari lima planet, yakni … Continue reading

Teknik Ultra-cepat Menyingkap Prinsip-prinsip Perancangan dalam Biologi Kuantum

Posted: 19 Apr 2013 02:08 PM PDT

Para peneliti dari University of Chicago telah berhasil menciptakan suatu senyawa sintetis yang meniru dinamika kuantum yang kompleks seperti yang bisa diamati dalam fotosintesis. Terobosan ini memungkinkan dibangunnya cara fundamental terbaru untuk menciptakan teknologi energi surya. Merekayasa efek kuantum untuk dijadikan sebagai perangkat … Continue reading

Studi Telur Mengungkap Eratnya Hubungan Evolusi Antara Burung dan Dinosaurus

Posted: 19 Apr 2013 11:42 AM PDT

Dinosaurus kecil mirip-unggas asal Amerika Utara menetaskan telur-telurnya dengan cara sama seperti yang dilakukan burung-burung pengeram - hal ini serta merta kian memperkuat kaitan evolusi antara burung dan dinosaurus. Salah satu dari sekian banyak misteri yang ingin diungkap oleh para paleontologi adalah … Continue reading

Thursday, March 28, 2013

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

Berita dan Fakta Ilmiah Harian


Ilmuwan Membentuk Sel-sel Saraf Baru – Langsung di Dalam Otak

Posted: 27 Mar 2013 09:06 AM PDT

Bidang terapi sel, yang bertujuan membentuk sel-sel baru dalam tubuh untuk menyembuhkan penyakit, telah mencapai langkah penting dalam pengembangan menuju pengobatan baru. Laporan terbaru dari para peneliti di Universitas Lund, Swedia, menunjukkan cara yang mungkin untuk memprogram-ulang sel-sel lain menjadi … Continue reading

Ilmuwan Temukan Kemungkinan untuk Menciptakan Bahan Bakar dari Karbon Dioksida di Atmosfer

Posted: 27 Mar 2013 07:47 AM PDT

Kelebihan karbon dioksida di atmosfer bumi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil secara meluas merupakan pendorong utama terjadinya perubahan iklim global, dan di balik masalah besar ini, para peneliti di seluruh dunia tengah berupaya mencari cara-cara baru untuk menjadikannya sebagai sumber tenaga … Continue reading

Metascreen Ultra-tipis: Setahap Mewujudkan Mantel Tembus Pandang ala Harry Potter

Posted: 27 Mar 2013 06:12 AM PDT

Mantel tembus pandang, yang membuat pemakainya menjadi kasat mata, mungkin tak lagi hanya bisa ditemui dalam kisah Harry Potter. Keberadaannya setahap menuju kenyataan meski untuk kali ini, mantel ’ajaib’ hanya bisa berlaku pada gelombang mikro, bukan cahaya nampak. Para peneliti AS baru … Continue reading

Wednesday, March 27, 2013

Berita dan Fakta Ilmiah Harian

Berita dan Fakta Ilmiah Harian


Kehadiran Manusia di Kepulauan Pasifik Sebabkan Kepunahan Massal Burung

Posted: 26 Mar 2013 05:14 AM PDT

Penelitian dari Zoological Society of London mengungkapkan bahwa Kepulauan Pasifik dulunya merupakan rumah bagi lebih dari 1.000 spesies burung, namun kemudian mengalami kepunahan segera setelah kependudukan pertama manusia di kawasan tersebut. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, 25 Maret. Hampir … Continue reading

Monday, February 18, 2013

Mesin Otomatis untuk Merekonstruksi Bahasa Purba

Bahasa Purba
Model komputasi ini didasarkan pada ketetapan teori linguistik bahwa kata-kata yang berevolusi di sepanjang cabang-cabang pohon keluarga mencerminkan kekerabatan linguistik yang berevolusi dari waktu ke waktu.
Bahasa purba menyimpan harta karun berupa informasi tentang budaya, politik dan perdagangan di masa ribuan tahun lalu. Namun, merekonstruksi bahasa purba untuk mengungkapkan petunjuk tentang sejarah manusia membutuhkan kerja keras selama puluhan tahun. Kini, para ilmuwan dari University of California, Berkeley, telah menciptakan sebuah “mesin waktu” otomatis, yang akan mempercepat dan meningkatkan proses rekonstruksi ratusan bahasa leluhur.
Dalam rangka menghadirkan contoh tentang bagaimana “data besar” dan mesin pembaca mulai menciptakan dampak yang signifikan bagi semua aspek pengetahuan, para peneliti dari UC Berkeley dan University of British Columbia telah menciptakan sebuah program komputer yang dapat merekonstruksi dengan cepat “proto-bahasa”, linguistik nenek moyang yang menjadi asal muasal semua bahasa modern berevolusi. Bahasa paling awal yang baru diketahui meliputi Proto-Indo-Eropa, Proto-Afroasiatik dan, dalam kasus ini, Proto-Austronesia, yang memunculkan bahasa di Asia Tenggara, beberapa bagian di benua Asia, Australasia dan Pasifik.
“Yang mengejutkan saya tentang sistem ini adalah dibutuhkan begitu banyak ide-ide besar yang dimiliki para ahli bahasa dalam hal rekonstruksi sejarah, dan secara otomatis mengubah ide-ide tersebut ke dalam skala baru: lebih banyak data, lebih banyak kata, lebih banyak bahasa, namun dengan lebih sedikit waktu,” kata Dan Klein, profesor ilmu komputer di UC Berkeley.
Model komputasi dari tim peneliti ini menggunakan penalaran probabilistik – yang mengeksplorasi logika dan statistik untuk memprediksi suatu hasil – merekonstruksi lebih dari 600 bahasa Proto-Austronesia dari ketersediaan database yang memuat lebih dari 140.000 kata, mereplikasi apa yang sudah dilakukan secara manual oleh para ahli bahasa dengan tingkat akurasi hingga 85 persen. Sementara rekonstruksi manual merupakan proses ketelitian yang memakan waktu hingga bertahun-tahun, sistem ini dapat melakukan rekonstruksi berskala besar dalam hitungan hari atau bahkan jam, kata para peneliti.



Cabang-cabang bahasa purba pada pohon silsilah Proto-Austronesia menjadi bagian dari bahan rekonstruksi yang secara otomatis diproses dengan model komputasi UC Berkeley. (Kredit: University of California – Berkeley)


Program ini tidak saja akan mempercepat kemampuan para ahli bahasa untuk merombak dunia proto-bahasa dalam skala besar, meningkatkan pemahaman kita tentang peradaban kuno berdasarkan kosakata mereka, namun juga dapat memberi petunjuk pada bagaimana bahasa bisa berubah di tahun-tahun mendatang dari sekarang.
“Model statistik kami dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah tentang bahasa dari masa ke masa, tidak hanya untuk membuat kesimpulan tentang masa lalu, tetapi juga untuk memprediksi bagaimana bahasa bisa berubah di masa depan,” kata Tom Griffiths, profesor psikologi dan direktur Computational Cognitive Science Lab di UC Berkeley.
Penemuan UC Berkeley ini bertujuan untuk memaknai data yang besar serta menggunakan teknologi baru untuk dokumentasi dan memelihara bahasa yang terancam punah sebagai sumber daya yang penting bagi pelestarian budaya dan pengetahuan. Sebagai contohnya, para peneliti berencana menggunakan model komputasi yang sama untuk merekonstruksi proto-bahasa asli Amerika Utara.
Catatan tertulis paling awal yang dibuat manusia sudah muncul lebih dari 6.000 tahun yang lalu, lama setelah bermunculannya proto-bahasa. Sementara para arkeolog dapat sekilas menangkap langsung bahasa purba dalam bentuk tulisan, ahli bahasa biasanya menggunakan apa yang dikenal sebagai “metode komparatif” untuk menyelidiki masa lalu. Metode ini menetapkan kekerabatan antar bahasa, mengidentifikasi suara yang berubah dengan keteraturan dari waktu ke waktu untuk menentukan apakah suara tersebut berakar dari bahasa ibu yang sama.
“Untuk memahami bagaimana bahasa berubah – yang terdengar lebih mungkin untuk berubah dan seperti apa jadinya hasil perubahan itu – dibutuhkan rekonstruksi dan analisis sejumlah besar bentuk kata leluhur, di mana rekonstruksi otomatis memainkan peran penting,” kata Alexandre Bouchard-Côté, asisten profesor statistik di University of British Columbia dan penulis utama studi.
Model komputasi UC Berkeley ini didasarkan pada ketetapan teori linguistik bahwa kata-kata yang berevolusi di sepanjang cabang-cabang pohon keluarga – lebih seperti pohon silsilah – mencerminkan kekerabatan linguistik yang berevolusi dari waktu ke waktu, dengan akar dan simpul yang mewakili proto-bahasa serta daun yang mewakili bahasa modern.
Dengan menggunakan algoritma yang dikenal sebagai sampler Markov merantai Monte Carlo, program ini memilah-milah berbagai set rumpun, kata-kata dalam beberapa bahasa yang berakar dari satu suara, sejarah dan asal yang sama, untuk menghitung peluang adanya set yang merupakan turunan dari proto-bahasa tertentu. Pada tiap-tiap langkah, program ini menyimpan rekonstruksi terhipotesis untuk tiap kognitif dan tiap bahasa leluhur.
“Karena perubahan suara dan rekonstruksinya saling terkait erat, maka sistem kami menggunakannya untuk meningkatkan satu sama lain secara berulang-ulang,” jelas Klein. “Sistem ini pertama memperbaiki prediksinya pada perubahan suara dan menyimpulkan rekonstruksi bentuk-bentuk purba yang lebih baik lagi. Selanjutnya memperbaiki rekonstruksi dan menganalisis ulang perubahan suara. Langkah-langkah ini diulang, dan kedua prediksi secara bertahap meningkat sebagai dasar struktur yang muncul dari waktu ke waktu.”

Kredit: University of California – Berkeley
Jurnal: A. Bouchard-Cote, D. Hall, T. L. Griffiths, D. Klein. Automated reconstruction of ancient languages using probabilistic models of sound changeProceedings of the National Academy of Sciences, 2013; DOI: 10.1073/pnas.1204678110

(Sumber http://faktailmiah.com/)

Saturday, February 16, 2013

Gas Oksida Nitrat yang Dihasilkan Bakteri Dapat Memperpanjang Usia

Usia C. elegans rata-rata meningkat hampir 15 persen, atau menjadi sekitar dua minggu, saat para peneliti memberinya makanan berupa bakteri B. subtilis.
Oksida nitrat, gas serbaguna yang membantu meningkatkan aliran darah, mengirimkan sinyal saraf, dan mengatur fungsi kekebalan tubuh, tampaknya memiliki satu lagi manfaat biologis: Memperpanjang usia dan membentengi organisme dari tekanan lingkungan.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa cacing gelang yang disebut Caenorhabditis elegans, hewan yang sering digunakan dalam laboraturium untuk meneliti proses penuaan, hidupnya menjadi jauh lebih panjang saat diberi makanan berupa bakteri yang mampu memproduksi oksida nitrat. Pengamatan yang cukup menggoda ini menitikberatkan pada salah satu mekanisme di mana microbiome, atau triliunan sel mikroba yang mendiami tubuh kita, mungkin berperan penting bagi kesehatan kita.
Tingkat nitrat oksida kita sendiri menurun seiring bertambahnya usia. Penurunan inilah yang menyebabkan penuaan secara normal, kata Evgeny Nudler, PhD, Profesor Biokimia di NYU Langone Medical Center, yang memimpin studi ini. Ia berspekulasi bahwa bakteri-bakteri pelengkap mungkin memberi dorongan kesehatan dengan menyediakan beberapa senyawa yang hilang pada manusia.
“Pada cacing, kita kini tahu bahwa bakteri dapat menggunakan oksida nitrat tidak hanya untuk keuntungan mereka sendiri, tapi juga memberi respon yang menguntungkan bagi inang mereka, dan hal yang sama mungkin bisa menjadi terwujud dalam usus manusia,” tutur Dr. Nudler, “Mungkin bisa saja terjadi bahwa bakteri yang satu makanan dengan kita (bakteri komensal) mengontrol beberapa gen kita, setidaknya dalam usus, untuk melindungi sel-selnya dari tekanan dan penurunan yang terkait usia.” Bakteri komensal memberi keuntungan bagi organisme yang mereka huni.
Gambar ini menunjukkan cacing yang memancarkan sinar neon dalam menanggapi NO. Ini mengekspresikan salah satu dari gen stres/anti-penuaan, hsp16, dalam merespon oksida nitrat. (Kredit: Evgeny Nudler, Ph.D.)

Meskipun manusia dan kebanyakan organisme lainnya memiliki enzim yang diperlukan untuk memproduksi oksida nitrat, namun C. elegans tidak memilikinya. Sebaliknya, cacing itu bisa “membajak” senyawa dari bakteri tanah Bacillus subtilis yang tidak hanya merupakan makanan favoritnya tapi juga penghuni utama dalam usus cacing tersebut. Dr. Nudler berpendapat bahwa ”pembajakan” ini sebagian menjelaskan mengapa cacing yang mengkonsumsi B. subtilis bisa mencapai usia sekitar 50 persen lebih panjang dibanding rekan-rekannya yang mengkonsumsi Escherichia coli, sejenis bakteri yang tidak memproduksi senyawa tersebut.
Dalam studi yang dipublikasikan dalam jurnal Cell edisi 14 Februari ini, memperlihatkan usia C. elegansyang rata-rata meningkat hampir 15 persen, atau menjadi sekitar dua minggu, saat para peneliti memberinya makanan berupa bakteri B. subtilis. Perpanjangan rentang usia ini tidak terjadi pada cacing yang diberi makanan berupa B. subtilis mutan di mana gen penghasil nitrat oksida-nya sudah dihapus. Tim riset juga menggunakan sensor neon untuk menunjukkan bahwa C. elegans tidak menghasilkan gas nitrat oksida untuk dirinya sendiri. Namun saat cacing ini diberi makan bakteri B. subtilis, sinyal neon seketika muncul dalam ususnya.
Pelabelan neon dan beberapa tes lainnya juga menunjukkan bahwa oksida nitrat yang dihasilkan B. subtilis menembus hingga ke dalam jaringan cacing, di mana gas ini kemudian mengaktifkan serangkaian 65 gen. Beberapa dari gen ini sebelumnya terlibat dalam melawan tekanan, merespon kekebalan, dan memperpanjang usia, meskipun beberapa gen lainnya memiliki fungsi yang tidak diketahui. Namun yang penting, para peneliti menunjukkan bahwa terdapat dua protein regulasi yang sangat penting untuk mengaktifkan semua gen tersebut.
“Apa yang kami temukan, gas oksida nitrat yang diproduksi bakteri dalam cacing ini menyebar ke seluruh jaringan dan mengaktifkan seperangkat gen yang sangat spesifik untuk bertindak melalui dua regulator utama, HSF-1 dan daf-16, sehingga menghasilkan resistensi yang tinggi terhadap tekanan dan hidup menjadi lebih panjang,” jelas Dr. Nudler. “Sungguh mengejutkan bahwa satu molekul kecil yang dihasilkan oleh satu organisme ini secara dramatis dapat mempengaruhi fisiologi dan bahkan mempengaruhi usia organisme lain melalui pengiriman langsung sinyal sel.”
Sebagai bagian dari peran oksida nitrat yang luas, laboraturium Dr. Nudler sebelumnya telah menunjukkan betapa bahayanya patogen jika dapat memanfaatkan molekul tersebut untuk melawan antibiotik. Terlepas dari kapabilitasnya yang luas, penelitian baru ini menunjukkan bahwa oksida nitrat hanyalah satu dari beberapa molekul menguntungkan yang diproduksi B. subtilis. Laboratorium Dr. Nudler berencana untuk mengamati lebih dekat mekanisme-mekanisme potensial lainnya di mana bakteri komensal dapat meningkatkan kesehatan dan memperpanjang usia, dengan menggunakan model berupa manipulasi sistem C. elegans yang mudah dan ampuh.

Kredit: NYU Langone Medical Center
Jurnal: Ivan Gusarov, Laurent Gautier, Olga Smolentseva, Ilya Shamovsky, Svetlana Eremina, Alexander Mironov, Evgeny Nudler. Bacterial Nitric Oxide Extends the Lifespan of C. elegans. 14 February 2013, Cell; DOI: 10.1016/j.cell.2012.12.043

(Sumber: http://faktailmiah.com/) 





Friday, February 1, 2013

Evolusi Kultur Mengubah Nyanyian Burung

Pipit savannah
Perubahan ini merupakan hasil transmisi kultur elemen-elemen kicauan yang berbeda-beda dari generasi ke generasi.
Berkat evolusi kultur, burung pipit jantan Savannah mengubah irama kicaunya, sebagian untuk menarik para betina. Berdasarkan penelitian pada burung pipit Savannah selama lebih dari 30 tahun, ternyata burung-burung saat ini memiliki irama kicauan yang jelas berbeda dengan nenek moyang mereka yang hidup 30 tahun lalu, dan perubahan itu berlangsung secara terus-menerus dari generasi ke generasi, demikian menurut temuan studi dari para peneliti Universitas Guelph ini.
Profesor biologi integratif Ryan Norris dan Amy Newman, bekerja sama dengan para peneliti dari Bowdoin College dan Williams College, AS, telah menganalisa irama kicau pipit jantan Savannah (Passerculus sandwichiensis) yang direkam selama lebih dari tiga dekade. Hasilnya, irama kicau burung-burung itu mengalami perubahan tegas dari tahun 1980 hingga 2011.
“Perubahan ini merupakan hasil transmisi kultur elemen-elemen kicauan yang berbeda-beda dari generasi ke generasi,” kata Norris.
Norris menambahkan bahwa perubahan kicauan itu mirip dengan perubahan dalam pilihan kata dan bahasa di antara manusia.
“Jika diperhatikan bagaimana orang berbicara pada tahun 1890-an dan bagaimana kita berbicara di zaman sekarang, Anda akan temukan perbedaan yang besar, dan ini merupakan hasil dari peralihan kultur atau popularitas bentuk-bentuk tertentu,” katanya, “Perubahan pada kicauan burung pipit dari waktu-waktu terjadi dengan cara yang sangat sama.”
Burung-burung pipit yang hidup di pulau Kent, N.B., teluk Fundy ini, secara umum bisa menyanyikan jenis kicauan sama yang terdiri dari beberapa bagian. Burung-burung pipit jantan mempelajari kicauan awal di tahun pertama mereka, lalu berlanjut dengan menyanyikan jenis kicauan yang sama selama sisa hidup mereka.
“Burung pipit jantan yang masih belia belajar berkicau dari burung-burung di sekitarnya,” kata Norris, “Mungkin dari ayahnya, atau mungkin dari burung-burung jantan lain yang ada di dekatnya.”
Tiap-tiap burung pipit jantan memiliki suara yang unik, tambah Newman.
“Semua burung pipit di pulau ini menyanyikan karakteristik ‘nyanyian pipit savannah’, dengan versi yang sama dan suara yang serupa, namun terdapat perbedaan yang cukup jelas di antara tiap-tiap burung. Pada dasarnya, itu seperti versi lagu karaoke yang populer, timbul dan tenggelam dalam berbagai versi populer yang berubah dari waktu ke waktu.”
Bayi Pipit savannah

Burung pipit Savannah mengubah suara kicauannya dari waktu ke waktu, hasil dari evolusi kultur. (Kredit: Universitas Guelph)
Tim riset menemukan bahwa, pada umumnya, tiap-tiap nyanyian memiliki tiga elemen utama. Pertama menandakan si burung sebagai burung pipit Savannah, kedua mengidentifikasikan tiap-tiap individu, dan komponen ketiga digunakan para betina untuk menilai pejantan.
Dengan menggunakan rekaman sonogram untuk merekam kicauan pipit jantan pada setiap musim kawin, para peneliti memastikan bahwa, meski nada-nada pengantar pada umumnya tetap konsisten selama 30 tahun terakhir, burung-burung pipit telah menambahkan serangkaian ‘klik’ ke tengah nyanyian-nyanyian mereka. Burung-burung itu juga mengubah getaran akhir: yang dulunya panjang dan berfrekuensi tinggi, maka kini lebih pendek dan berfrekuensi rendah.
“Kami menemukan bahwa suara getaran akhir pada nyanyian menjadi lebih pendek, tampaknya itu karena para burung pipit betina menyukainya sebagai tanda bahwa burung jantan bersuara getaran pendek memiliki tingkat keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi,” kata Norris.
“Kami mengetahui identitas dan sejarah tiap-tiap burung pipit dalam populasi studi ini, ” klaim Norris, yang memimpin penelitian ini bersama Newman sejak tahun 2009. “Sangat langka untuk bisa memiliki rekaman selama 30 tahun, dan pastinya sangat mengejutkan saat melihat perubahan-perubahan drastis seperti itu.”
Kredit: Universitas Guelph
Jurnal: Heather Williams, Iris I. Levin, D. Ryan Norris, Amy E.M. Newman, Nathaniel T. Wheelwright. Three decades of cultural evolution in Savannah sparrow songs. Animal Behaviour, 2013; 85 (1): 213 DOI: 10.1016/j.anbehav.2012.10.028

Bakteri dalam Troposfer

image
Tak terpikirkan akan menemukan begitu banyak mikroorganisme di dalam troposfer, tempat yang selama ini dianggap sebagai lingkungan yang sulit bagi kehidupan.
Dalam sebuah studi terobosan, para peneliti menggunakan teknik genomik untuk mendokumentasikan keberadaan sejumlah besar mikroorganisme –terutama bakteri– yang hidup pada bagian tengah dan bagian atas troposfer, salah satu bagian atmosfer yang terletak sekitar 4-6 mil di atas permukaan bumi.
Entah apakah mikroorganisme ini memang sudah secara rutin menghuni bagian atmosfer tersebut –mungkin hidup pada senyawa-senyawa karbon yang juga ditemukan di sana– ataukah mereka hanya terangkat ke atas dari permukaan bumi, hal ini masih belum diketahui pasti. Namun tentunya temuan ini menarik minat para ilmuwan atmosfer karena mikroorganisme tersebut dapat berperan dalam pembentukan es yang mempengaruhi cuaca dan iklim. Transportasi jarak jauh bakteri ini juga bisa menjadi menarik untuk dijadikan model transmisi penyakit.
Pendokumentasian mikroorganisme dalam sampel udara ini merupakan bagian dari program Genesis and Rapid Intensification Processes (GRIP) dari NASA, bertujuan meneliti massa udara yang berkaitan dengan badai tropis. Pengambilan sampel dilakukan dengan pesawat DC-8, baik di atas darat maupun di atas lautan, termasuk di kawasan Laut Karibia dan beberapa bagian Samudera Atlantik. Pengambilan sampel berlangsung sebelum, selama dan sesudah terjadinya dua badai besar, Earl dan Karl, pada tahun 2010.
Riset yang didukung NASA dan National Science Foundation ini dipublikasikan secara online dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, 28 Januari 2012.
clip_image001[6]
Lulusan Institut Teknologi Georgia, Natasha DeLeon-Rodriguez, menunjukkan plat kaca berisi bakteri yang sedang berkembang, yang diambil dari sampel udara troposfer. (Kredit: Gary Meek – Institut Teknologi Georgia)

“Kami tak mengira akan menemukan begitu banyak mikroorganisme di dalam troposfer, tempat yang selama ini dianggap sebagai lingkungan yang sulit bagi kehidupan,” kata Kostas Konstantinidis, asisten profesor di Sekolah Teknik Sipil dan Lingkungan Hidup, Institut Teknologi Georgia. “Spesies di sana tampaknya cukup beragam, tapi tidak semua bakteri berhasil mencapai bagian atas troposfer.”
Pada pesawat, terdapat sebuah sistem filter yang dirancang oleh tim peneliti untuk mengumpulkan partikel –termasuk mikroorganisme– dari udara luar yang memasuki alat pemantau sampel. Filter-filternya kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik genomik yang meliputi polymerase chain reaction (PCR) dan pengurutan gen. Cara ini memungkinkan para peneliti untuk mendeteksi mikroorganisme dan memperkirakan jumlahnya tanpa perlu menggunakan teknik konvensional kultur-sel.
Jika massa udara yang diteliti berasal dari ketinggian di atas laut, maka sebagian besar yang ditemukan pada sampel adalah bakteri laut. Sedangkan massa udara yang berasal dari ketinggian di atas darat, sebagian besar terdiri dari bakteri darat. Para peneliti juga menemukan bukti kuat bahwa badai memiliki dampak yang signifikan terhadap distribusi dan dinamika populasi mikroorganisme.
pesawat-DC-8-milik-NASASuasana luar yang terlihat dari jendela pesawat DC-8 milik NASA saat melakukan pengumpulan sampel udara untuk penelitian massa udara yang berhubungan dengan badai tropis. (Kredit: NASA).
Hasil studi menunjukkan bahwa sel-sel bakteri mewakili rata-rata sekitar 20 persen dari jumlah total partikel yang terdeteksi dalam rentang jarak 0,25 hingga 1 mikron per diameter. Setidaknya dalam satu urutan besar, bakteri melampaui jumlah jamur dalam sampel, dan para peneliti mendeteksi 17 jenis taksa bakteri –termasuk beberapa taksa yang mampu memetabolisme senyawa-senyawa karbon yang terkandung di atmosfer– seperti asam oksalat.
“Mikroorganisme bisa memiliki dampak yang sebelumnya tidak diketahui terhadap pembentukan awan dengan cara melengkapi (atau menggantikan) partikel abiotik yang biasanya berfungsi sebagai inti untuk membentuk kristal es,” kata Athanasios Nenes, profesor di Sekolah Teknik Ilmu Bumi dan Atmosfer dan Sekolah Teknik Kimia dan Biomolekuler.
“Meski tak ada debu atau bahan-bahan lain yang mampu menyediakan inti yang baik untuk pembentukan es, namun hanya dengan memiliki sejumlah kecil mikroorganisme ini, pembentukan es dapat terfalisitasi di ketinggian tersebut serta menarik kelembaban di sekitarnya,” kata Nenes. “Jika ukuran mereka tepat untuk membentuk es, maka mereka bisa mempengaruhi awan di sekitar mereka.
Mikroorganisme ini sepertinya mencapai troposfer melalui proses yang sama dengan proses pelepasan debu dan garam laut ke angkasa. “Karena ada begitu banyak bakteri dan bahan organik di permukaan laut, bakteri bisa saja ikut terbawa ke atas oleh pelepasan yang terjadi di laut,” kata Nenes.


Riset ini melibatkan para ahli mikrobiologi, pemodel atmosfer dan peneliti lingkungan hidup yang menggunakan teknologi terbaru untuk mempelajari DNA. Di masa mendatang, para peneliti berencana meneliti apakah jenis bakteri tertentu bisa lebih fit dibanding jenis lain dalam bertahan hidup di ketinggian tersebut. Para peneliti juga ingin memahami lebih jauh peran mikroorganisme – dan memastikan apakah mereka memang menjalankan fungsi metabolisme di dalam troposfer.
“Bagi organisme-organisme ini, mungkin kondisinya tidak sekeras itu,” kata Konstantinidis. “Saya takkan terkejut jika ada kehidupan aktif dan bertumbuh di awan, tapi untuk sekarang, itu masih belum bisa diketahui dengan pasti.”
image
Para peneliti Institut Teknologi Georgia tengah mempelajari mikroorganisme yang dikumpulkan dari massa udara bagian tengah dan bagian atas troposfer. (Kredit: Gary Meek – Institut Teknologi Georgia)
Peneliti-peneliti lain sebelumnya hanya
mengumpulkan sampel biologis dari puncak gunung atau dari sampel-sampel salju, sedangkan untuk mengumpulkan bahan biologis dari pesawat jet, seperti yang dilakukan dalam studi ini, diperlukan tatanan eksperimental yang sama sekali baru. Para peneliti juga harus mengoptimalkan beberapa protokol untuk mengekstraksi DNA dari berbagai tingkatan massa biologis yang jauh lebih rendah dibanding apa yang biasanya mereka pelajari dari tanah atau danau.
“Kami sudah menunjukkan bahwa teknik kami ini berhasil, dan bahwa kami bisa menemukan beberapa informasi yang menarik,” kata Nenes. “Sebuah bagian besar dari partikel atmosfer yang secara tradisi selalu diduga sebagai debu atau garam laut, mungkin sebenarnya adalah bakteri. Pada titik ini kami hanya melihat apa yang ada di atas sana. Jadi, ini hanyalah awal dari apa yang kami harap bisa lakukan.”
Kredit: Institut Teknologi Georgia
Jurnal: Natasha DeLeon-Rodriguez, Terry L. Lathem, Luis M. Rodriguez-R, James M. Barazesh, Bruce E. Anderson, Andreas J. Beyersdorf, Luke D. Ziemba, Michael Bergin, Athanasios Nenes, Konstantinos T. Konstantinidisa. Microbiome of the upper troposphere: Species composition and prevalence, effects of tropical storms, and atmospheric implications. Proceedings of the National Academy of Sciences, 2013 DOI: 10.1073/pnas.1212089110

Thursday, January 31, 2013

anabolisme

Anabolisme adalah suatu peristiwa perubahan senyawa sederhana menjadi senyawa kompleks, nama lain dari anabolisme adalah peristiwa sintesis atau penyusunan. Anabolisme memerlukan energi, misalnya: energi cahaya untuk fotosintesis, energi kimia untuk kemosintesis.
1. Fotosintesis
Arti fotosintesis adalah proses penyusunan atau pembentukan dengan menggunakan energi cahaya atau foton. Sumber energi cahaya alami adalah matahari yang memiliki spectrum. cahaya infra merah (tidak kelihatan), merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu dan ultra ungu (tidak kelihatan).
Yang digunakan dalam proses fetosintesis adalah spektrum cahaya tampak, dari ungu sampai merah, infra merah dan ultra ungu tidak digunakan dalam fotosintesis.
Dalam fotosintesis, dihasilkan karbohidrat dan oksigen, oksigen sebagai hasil sampingan dari fotosintesis, volumenya dapat diukur, oleh sebab itu untuk mengetahui tingkat produksi fotosintesis adalah dengan mengatur volume oksigen yang dikeluarkan dari tubuh tumbuhan. Untuk membuktikan bahwa dalam fotosintesis diperlukan energi cahaya matahari, dapat dilakukan percobaan Ingenhousz.
2. Pigmen Fotosintesis
Fotosintesis hanya berlangsung pada sel yang memiliki pigmen fotosintetik. Di dalam daun terdapat jaringan pagar dan jaringan bunga karang, pada keduanya mengandung kloroplast yang mengandung klorofil / pigmen hijau yang merupakan salah satu pigmen fotosintetik yang mampu menyerap energi cahaya matahari.
Dilihat dari strukturnya, kloroplas terdiri atas membran ganda yang melingkupi ruangan yang berisi cairan yang disebut Stroma. Membran tersebut membentak suatu sistem membran tilakoid yang berwujud sebagai suatu bangunan yang disebut kantung tilakoid. Kantung-kantung tilakoid tersebut dapat berlapis-lapis dan membentak apa yang disebut grana Klorofil terdapat pada membran tilakoid dan pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia berlangsung dalam Tilakoid, sedang pembentukan glukosa sebagai produk akhir fotosintetis berlangsung di Stroma.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil antara lain :
  • Gen : bila gen untuk klorofil tidak ada maka tanaman tidak akan memiliki klorofil.
  • Cahaya : beberapa tanaman dalam pembentukan klorofil memerlukan cahaya, tanaman lain tidak memerlukan cahaya.
  • Unsur N. Mg, Fe : merupakan unsur-unsur pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil.
  • Air : bila kekurangan air akan terjadi desintegrasi klorofil.
Pada tabun 1937 : Robin Hill mengemukakan bahwa cahaya matahari yang ditangkap oleh klorofil digunakan untak memecahkan air menjadi hidrogen dan oksigen. Peristiwa ini disebut fotolisis (reaksi terang). H2 yang terlepas akan diikat oleh NADP dan terbentuklah NADPH2, sedang O2 tetap dalam keadaan bebas. Menurut Blackman (1905) akan terjadi penyusutan CO2 oleh H2 yang dibawa oleh NADP tanpa menggunakan cahaya. Peristiwa ini disebut reaksi gelap. NADPH2 akan bereaksi dengan CO2 dalam bentuk H+ menjadi CH2O.
CO2 + 2 NADPH2 + O2 ————> 2 NADP + H2 + CO+ O + H2 + O2
Ringkasnya :
Reaksi terang : 2 H2O ——> 2 NADPH2 + O2
Reaksi gelap : CO2 + 2 NADPH2 + O2——>NADP + H2 + CO + O + H2 +O2
                                                        atau
                                        2 H2O + CO2 ——> CH2O + O2
                                                        atau
                                   12 H2O + 6 CO2 ——> C6H12O6 + 6 O2
3. Kemosintesis
Tidak semua tumbuhan dapat melakukan asimilasi C menggunakan cahaya sebagai sumber energi. Beberapa macam bakteri yang tidak mempunyai klorofil dapat mengadakan asimilasi C dengan menggunakan energi yang berasal dan reaksi-reaksi kimia, misalnya bakteri sulfur, bakteri nitrat, bakteri nitrit, bakteri besi dan lain-lain. Bakteri-bakteri tersebut memperoleh energi dari hasil oksidasi senyawa-senyawa tertentu.
Bakteri besi memperoleh energi kimia dengan cara oksidasi Fe2+ (ferro) menjadi Fe3+ (ferri).
                                Nitrosomonas
(NH4)2CO3 + 3 O2 ——————————> 2 HNO2 + CO2 + 3 H2O + Energi
                              Nitrosococcus
4. Sintesis Lemak
Lemak dapat disintesis dari karbohidrat dan protein, karena dalam metabolisme, ketiga zat tersebut bertemu di dalarn daur Krebs. Sebagian besar pertemuannya berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus (daur) Krebs, yaitu Asetil Ko-enzim A. Akibatnya ketiga macam senyawa tadi dapat saling mengisi sebagai bahan pembentuk semua zat tersebut. Lemak dapat dibentuk dari protein dan karbohidrat, karbohidrat dapat dibentuk dari lemak dan protein dan seterusnya.
  • Sintesis Lemak dari Karbohidrat :
        Glukosa diurai menjadi piruvat ———> gliserol.
        Glukosa diubah ———> gula fosfat ———> asetilKo-A ———> asam lemak. Gliserol + asam lemak ———> lemak.
  • Sintesis Lemak dari Protein: Protein ————————> Asam Amino
                                                                   protease
Sebelum terbentuk lemak asam amino mengalami deaminasi lebih dabulu, setelah itu memasuki daur Krebs. Banyak jenis asam amino yang langsung ke asam piravat ———> Asetil Ko-A.
Asam amino Serin, Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin dapat terurai menjadi Asam pirovat, selanjutnya asam piruvat ——> gliserol ——> fosfogliseroldehid Fosfogliseraldehid dengan asam lemak akan mengalami esterifkasi membentuk lemak.
Lemak berperan sebagai sumber tenaga (kalori) cadangan. Nilai kalorinya lebih tinggi daripada karbohidrat. 1 gram lemak menghasilkan 9,3 kalori, sedangkan 1 gram karbohidrat hanya menghasilkan 4,1 kalori saja.
5. Sintesis Protein
Sintesis protein yang berlangsung di dalam sel, melibatkan DNA, RNA dan Ribosom. Penggabungan molekul-molekul asam amino dalam jumlah besar akan membentuk molekul polipeptida. Pada dasarnya protein adalah suatu polipeptida.
Setiap sel dari organisme mampu untuk mensintesis protein-protein tertentu yang sesuai dengan keperluannya. Sintesis protein dalam sel dapat terjadi karena pada inti sel terdapat suatu zat (substansi) yang berperan penting sebagai "pengatur sintesis protein". Substansi- substansi tersebut adalah DNA dan RNA.

Ref:
  •      Ferdinand P, Fictor dan Ariebowo, Mukti.2009.Praktis Belajar Biologi SMA X. Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta : Pusat Perbukuan
  • http://biologi.blogsome.com/

Monday, January 28, 2013

Respirasi

Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untuk kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan. Respirasi juga termasuk dalam katabolisme.
Contoh:
Respirasi pada Glukosa, reaksi sederhananya:
C6H1206 + 6 02 ———————————> 6 H2O + 6 CO2 + Energi
(glukosa)
Reaksi pembongkaran glukosa sampai menjadi H20 + CO2 + Energi, melalui tiga tahap :
  • Glikolisis.
  • Daur Krebs.
  • Transpor elektron respirasi.
1. Glikolisis
Peristiwa perubahan :
Glukosa Þ Glulosa - 6 - fosfat Þ Fruktosa 1,6 difosfat Þ3 fosfogliseral dehid (PGAL) / Triosa fosfat Þ Asam piravat.
Jadi hasil dari glikolisis :
  • molekul asam piravat.
  • molekul NADH yang berfungsi sebagai sumber elektron berenergi tinggi.
  • molekul ATP untuk setiap molekul glukosa.
2. Daur Krebs (daur trikarboksilat)
Daur Krebs (daur trikarboksilat) atau daur asam sitrat merupakan pembongkaran asam piravat secara aerob menjadi CO2 dan H2 O serta energi kimia.
wpydi3k4
3. Rantai Transportasi Elektron Respiratori:
Dari daur Krebs akan keluar elektron dan ion H+ yang dibawa sebagai NADH2 (NADH + H+1+ elektron) dan FADH2, sehingga di dalam mitokondria (dengan adanya siklus Krebs yang dilanjutkan dengan oksidasi melalui sistem pengangkutan elektron) akan terbentuk air, sebagai hasil sampingan respirasi selain CO2. Produk sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh melalui stomata pada tumbuhan dan melalui paru-paru pada peristiwa pernafasan hewan tingkat tinggi.
Ketiga proses respirasi yang penting tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Proses
Akseptor
ATP
1. Glikolisis:
Glukosa ——> 2 asam piruvat


2 NADH


2 ATP
2. Siklus Krebs:
2 asetil piruvat ——> 2 asetil KoA + 2 C02
2 asetil KoA ——> 4 CO2


2 NADH

6 NADH


2 ATP

2 PADH2
3. Rantai trsnspor elektron respirator:
10 NADH + 502 ——> 10 NAD+ + 10 H20
2 FADH2 + O2 ——> 2 PAD + 2 H20


30 ATP

4 ATP
Total
38 ATP
Kesimpulan :
Pembongkaran 1 mol glukosa ((C6H12O6) + O2 ——> 6 H2O + 6 CO2 menghasilkan energi sebanyak 38 ATP.
Pada kebanyakan tumbuhan den hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob terhambat pada sesuatu hal, maka hewan dan tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi yaitu proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, nama lainnya adalah respirasi anaerob.
Dari hasil akhir fermentasi, dibedakan menjadi fermentasi asam laktat/asam susu dan fermentasi alkohol.
A. Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat yaitu fermentasi dimana hasil akhirnya adalah asam laktat. Peristiwa ini dapat terjadi di otot dalam kondisi anaerob.
Reaksinya: C6H12O6 ————> 2 C2H5COOH + Energi
                                 enzim
Prosesnya :
1. Glukosa ————> asam piruvat (proses Glikolisis).
                   enzim
    C6H12O6 ————> 2 C2H3COOH + Energi
2. Dehidrogenasi asam piravat akan terbentuk asam laktat.
    2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 —————> 2 C2H5OCOOH + 2 NAD
                                     piruvat dehidrogenasa
Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat :
       8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP.
B. Fermentasi Alkohol
Pada beberapa mikroba peristiwa pembebasan energi terlaksana karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat + CO2 selanjutaya asam asetat diabah menjadi alkohol. Dalam fermentasi alkohol, satu molekul glukosa hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP, bandingkan dengan respirasi aerob, satu molekul glukosa mampu menghasilkan 38 molekul ATP. Reaksinya :
  • Gula (C6H12O6) ————> asam piruvat (glikolisis)
  • Dekarbeksilasi asam piruvat.
          Asampiruvat ——————————————————> asetaldehid + CO2
                                               piruvat dekarboksilase (CH3CHO)
  • Asetaldehid oleh alkohol dihidrogenase diubah menjadi alcohol (etanol).
          2 CH3CHO + 2 NADH2 ———————————> 2 C2H5OH + 2 NAD.
                                          alkohol dehidrogenase enzim
Ringkasan reaksi :
C6H12O6 —————> 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 NADH2 + Energi
C. Fermentasi Asam Cuka
Fermentasi asam cuka merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob.
Reaksi:
                                                    aerob
C6H12O6 ———> 2 C2H5OH —————————> 2 CH3COOH + H2O + 116 kal
           (glukosa)              bakteri asam cuka asam cuka
Ref:
  •      Ferdinand P, Fictor dan Ariebowo, Mukti.2009.Praktis Belajar Biologi SMA X. Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta : Pusat Perbukuan
  • http://biologi.blogsome.com/